Sabtu, 23 November 2013

♥♥KISAH CINTA 'ALI BIN ABI THALIB DAN FATHIMAH AZ-ZAHRA BINTU ROSULULLAH MUHAMMAD S.A.W.♥♥

Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh membuatnya terpesona. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, juga parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumuri isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad bin Abdullah, Sang Terpercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka'bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan...!

Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan. Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu 'Anhu, "ALLAH mengujiku rupanya" begitu kata batin Ali.

Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukannya di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama. Mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada ALLAH dan Rasul-Nya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara Ali menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berdakwah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Mekkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar. Utsman, Abdurrahman bin Auf, Thalhah, Zubair, Sa'd bin Abi Waqqash, serta Mush'ab. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para fakir yang dibela Abu Bakar. Seperti Bilal, Khabbab, keluarga Yasir, Abdullah bin Mas'ud, dan siapa budak yang dibebaskan Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar adalah seorang saudagar. Insyaa allah lebih bisa membahagiakan Fathimah. Sedangkan Ali, hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

"Inilah persaudaraan dan cinta" gumam Ali.
"Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku"

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata ALLAH menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak dan Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakar mundur, datanglah seorang laki-laki lain melamar Fathimah. Laki-laki yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan takut dan musuh-musuh ALLAH bertekuk lutut.

Umar bin Al Khattab, Ya Al Faruq, Sang Pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya kepada kaum Muslimin? Dan lebih dari itu, Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, "Aku datang bersama Abu Bakar dan Umar, Aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar, Aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar..."

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi Ayah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan Umar melakukannya. Ali menyusul Sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam. Maka ia hanya berani keluar di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.

Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka'bah.
"Wahai Quraisy" katanya.
"Hari ini putra Al Khattab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, menjadi anak yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silahkan hadang Umar dibalik bukit ini!"
Umar adalah lelaki pemberani. Ali sekali lagi sadar, dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulullah! Tidak... Umar jauh lebih layak dan Ali ridho.

Maka Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran Umar juga ditolak. Menantu macam apakah kiranya yang dikehendaki Sang Nabi? Yang seperti Utsman Sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulullah? Yang seperti Abul Ash ibn Ra'bi kah, saudagar Quraisy yang menjadi suami Zainab binti Rasulullah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.

Diantara kaum Muhajirin hanya Abdurrahman bin Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari kaum Anshar untuk mengeratkan kekerabatan mereka? Sa'd ibn Muadz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa'd bin Ubaidah pemimpin Khazraj yang lincah dan penuh semangat itu?

"Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?" kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunannya.
"Aku?" tanyanya tak yakin.
"Ya... Engkau wahai saudaraku!"
"Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?"
"Kami di belakangmu, kawan! Semoga ALLAH menolongmu."

Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi...! Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi disana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi ia meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

"Engkau pemuda sejati, wahai Ali!" begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa ALLAH Maha Kaya. Lamarannya berbuah jawaban, "Ahlan wa sahlan!" kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Dan ia pun bingung, apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang, tapi ia siap bila ditolak. Itu resiko dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung terjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

"Bagaimana jawab Nabi, kawan? Bagaimana lamaranmu?"
"Entahlah..."
"Apa maksudmu?"
"Menurut kalian, apakah Ahlan Wa Sahlan adalah sebuah jawaban?"
"Dasar tolol! Tolol...!" kata mereka.
"Eh, maaf kawan! Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya, sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa sahlan, kawan! Dua-duanya berarti ya!"

Dan Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkannya ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya, itu hutang. Dengan keberanian mengorbankan cintanya untuk Abu Bakar, Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah sekarang, bukan janji-janji dan nanti-nanti.

Ali adalah gentlemen sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, "Laa faatan illa Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!" Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan penuh tanggung jawab. Dan disini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti Ali, ia mempersilakan atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan, yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata ke Ali, "Maafkan aku! Karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda."
Ali terkejut dan berkata, "Kalau begitu, mengapa engkau mau menikah denganku? Dan siapakah pemuda itu?"
Sambil tersenyum Fathimah berkata, "Ya, karena pemuda itu adalah dirimu!"
Ini merupakan sisi ROMANTIS dari hubungan mereka.

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda, "Sesungguhnya ALLAH Azza Wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fathimah putri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak) dan Ali ridho (menerima) mahar tersebut."

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam mendo'akan keduanya, "Semoga ALLAH mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak." (Kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2 : 183, bab 4)

Sumber : http://m.eramuslim.com/oase-iman/kisah-cinta-ali-bin-abi-thalib-da-fathimah-az-zahra.htm

SUBHANALLAH..
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)..." (Q.S An Nur ayat 26)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar